Perhitungan dan Tata Cara Pelaporan Pajak bagi Advokat

09-03-2022 08:55:29

Jakarta - Dari sisi perpajakan, advokat atau pengacara adalah subyek pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan, obyek pajak, karena memiliki keahlian khusus. Periode pelaporan Surat Pembertahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) bagi orang pribadi sedang berlangsung Maret ini. Kewajiban pelaporan SPT tersebut berlaku bagi seluruh WP yang profesinya pelaku usaha, karyawan maupun jasa profesi seperti advokat berdasarkan tahun pajak 2021.

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kegiatan yang dilakukan oleh advokat berhubungan dengan pemberian jasa hukum berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Dari kegiatan jasa hukum tersebut, advokat menerima imbalan dari klien berbentuk honorarium yang dicatatkan sebagai penghasilan. Dari sisi perpajakan, advokat atau pengacara adalah subyek pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan, obyek pajak, karena memiliki keahlian khusus. 

Lantaran sifatnya adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, maka dalam ketentuan perpajakan, pengacara yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya, digolongkan dalam kategori pekerjaan bebas. Sehingga, cara pelaporan perpajakannya berbeda dibandingkan wajib pajak karyawan. 

Secara defenisi, pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Ketentuan tersebut seperti tercantum pada Pasal 1 ayat 24 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sehingga, terdapat hak dan kewajiban masing-masing bagi klien sebagai pemotong pajak PPh 21 dan/atau PPh 26 dan advokat yang penerima penghasilan yang dipotong pajak PPh 21. Pertama, klien dan advokat wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kedua, klien dan advokat wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. Ketiga, klien dan advokat wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan memberikan bukti pemotongannya kepada advokat.

Dari sisi perpajakan, advokat atau pengacara adalah subyek pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan, obyek pajak, karena memiliki keahlian khusus.Sehubungan PPh Pasal 21, advokat merupakan tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang masuk dalam kategori Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa.  Untuk itu Pemotongan PPh Pasal 21 dihitung dengan cara mengalikan Tarif PPh sesuai Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dengan 50 persen dari jumlah penghasilan bruto (Tarif PPh x (50% x Penghasilan Bruto)).

Advokat juga berkewajiban secara mandiri atau selfassessment mendaftar, hitung, bayar, dan lapor. Advokat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Advokat diberikan kesempatan untuk menghitung sendiri pajak terutangnya berdasarkan penghasilan yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nantinya, advokat harus menyetorkan pajak yang telah dihitung tersebut melalui tempat pembayaran yang telah diatur, dan sesuai dengan jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan. Advokat harus melaporkan kewajiban perpajakannya baik dengan SPT masa maupun SPT Tahunan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Untuk menghitung Penghasilan Neto advokat dapat dilakukan dua cara yaitu menyelenggarakan pembukuan dan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Untuk Pengacara yang menyelenggarakan pembukuan penghitungannya dengan penghasilan bruto dikurangi biaya memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan (3M) yang merupakan objek pajak.

Sedangkan, pengacara yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto rumusnya yaitu penghasilan bruto dikali dengan persentase NPPN. Persentase norma untuk 10 daerah ibu kota provinsi yaitu ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak sebesar 51 persen. Sedangkan ibu kota provinsi dan daerah lainnya sebesar 50 persen.

Jumlah peredaran bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun. Nantinya, Wajib Pajak memberitahukan penggunaan Norma kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.  Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Bagi advokat yang bertindak untuk dan atas nama persekutuannya, DJP menjelaskan penghasilan jasa hukum tersebut merupakan penghasilan persekutuan sebagai Badan Usaha atau Firma. Sehingga, pemberi penghasilan atau klien harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 persen atas imbalan jasa Hukum yang dilakukan.

Nantinya, klien tersebut harus melakukan penyetoran atas PPh Pasal 23 tersebut dengan ketentuan sesuai Peraturan Menteri Keuangan 242/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.Terdapat dokumen-dokumen penting yang harus disiapkan advokat untuk pelaporan SPT tersebut. Berbagai dokumen tersebut invoice yang keluar sebagai dasar penagihan dalam penentuan penghasilan advokat dan bukti potong PPh 23 apabila dipotong sebagai jasa hukum.



Bingung? Yuk tanya!