Perketat Syarat Penggunaan Omnibus Law dalam RUU Pembentukan Perundang-undangan

04-03-2022 18:39:42

Harus selektif dan ketat hanya diperuntukan bagi RUU yang memiliki implikasi besar terhadap kepentingan negara, bukan sesaat. Sebab banyak UU yang terdampak dari penggunaan metode omnibus law.

Revisi Undang-Undang No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) resmi menjadi usul inisiatif DPR. Sejumlah muatan materi yang cenderung fokus pada pengaturan metode omnibus law menjadi bagian penting dalam menjustifikasi dalam pembuatan sejumlah peraturan perundangan. Namun perlu dibuat aturan syarat penggunaan metode omnibus law di dalam RUU tersebut.

Juru bicara Fraksi Partai Gerindra, Jefry Romdonny dalam pandangan fraksinya berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU-XVIII/2020 satu di antaranya memerintahkan adanya pengaturan metode omnibus law. Karenanya perlu pengaturan terkait mekanisme omnibus law dan pembatasan penggunaannya.

Dia mengakui omnibus law menjadi metode yang memiliki banyak kelebihan. Seperti mengurangi potensi disharmonisasi dan tumpang tindih peraturan perundangan, waktu pembahasan lebih cepat, tercipta efisiensi hingga harmonisasi hukum dan efisiensi anggaran. Sebaliknya, metode ini juga memiliki kekurangan. Seperti, kurang ketelitian dan kehati-hatian dalam perumusan setiap norma pasal. Sebab banyak UU yang terdampak.

Peraturan perundangan memiliki implikasi besar terhadap rakyat, sehingga pembentukannya mesti teliti, cermat, aspiratif dan menghindari kesalahan typo. Kendati pembetulan typo telah diakomodir dalam RUU, namun sedapat mungkin dihindari kesalahan. Karena itulah penggunaan metode omnibus law harus selektif dan ketat hanya diperuntukan bagi RUU yang memiliki implikasi besar terhadap kepentingan negara, serta bukan sesaat.

“Fraksi Gerindra berpandangan agar dibuat aturan yang ketat terkait penggunaan metode omnibus law, sehingga penggunaanya akan lebih selektif,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Juru bicara Fraksi Golkar Saniatul Lativa berpandangan, omnibus law bukanlah metode yang baru diterapkan dalam pembentukan peraturan perundangan di Indonesia. Hanya saja nomenklatur omnibus law baru populer saat pembentukan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Harus selektif dan ketat hanya diperuntukan bagi RUU yang memiliki implikasi besar terhadap kepentingan negara, bukan sesaat. Sebab banyak UU yang terdampak dari penggunaan metode omnibus law.

Omnibus law menjadi konvensi ketatanegaraan di saat peraturan perundangan yang ada bersifat pasif dan tak mampu menjawab tantangan kondisi kekinian yang harus segera diatasi. Boleh dibilang, omnibus law konvensi ketatanegaraan untuk memenuhi kebutuhan hukum yang tidak bisa diberikan oleh UU 12/2011.

“Harus ada standar tertentu kapan metode omnibus law bisa digunakan di dalam proses pembentukan peraturan perundangan,” ujarnya.

Hal senada juga diutarakan juru bicara Fraksi PKS, Bukhori. Menurutnya, prasyarat dalam penggunaan metode omnibus law bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, kualitas legislasi dan melibatkan partisipasi masyarakat. Ia mengusulkan agar metode omnibus law hanya dapat digunakan untuk penyusunan peraturan perundangan terhadap satu bidang atau topik khusus tertentu

Tujuannya agar penyusunan peraturan perundangan fokus pada satu tema spesifik tertentu. Selain itu, ia juga mengusulkan agar diperlukan alokasi pengaturan waktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundangan yang menggunakan metode omnibus law. “Agar penyusunan tidak dilakukan tergesa-gesa dengan mengabaikan partisipasi publik,” pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan, delapan dari sembilan fraksi memberikan persetujuan terhadap RUU PPP menjadi usul insiatif DPR dalam rapat paripurna. Hanya F-PKS yang menolak RUU tersebut disetujui menjadi usul inisiatif DPR. Sebab RUU tersebut baru beberapa kali dibahas di Badan Legislasi. Karenanya perlu pendalaman terlebih dahulu sebelum diambil keputusan menjadi usul insiatif.


Source :

https://www.hukumonline.com/berita/a/perketat-syarat-penggunaan-omnibus-law-dalam-ruu-pembentukan-perundang-undangan-lt621f857329976/?page=2


Bingung? Yuk tanya!